ANALISA PENALARAN DEDUKTIF
Nama: Risa Iswari
NPM;29210324
Kelas: 3EB22
Deduktif adalah suatu penalaran yang
berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui
atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis,
definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk
memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang
gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan
demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata
kunci untuk memahami suatu gejala.
Contoh :
Sebuah sistem generalisasi.
Laptop adalah barang eletronik dan
membutuhkan daya listrik untuk beroperasi, DVD Player adalah barang elektronik
dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi,
Generalisasi : semua barang
elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
Deduksi ialah proses pemikiran yang
berpijak pada pengetahuan yang lebih umum untuk menyimpulkan pengetahuan yang
lebih khusus.
Bentuk standar dari penalaran deduktif
adalah silogisme, yaitu proses penalaran di mana dari dua proposisi (sebagai
premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa konklusi)
Bentuk silogisme
- Silogisme kategoris: terdiri dari proposisi-proposisi kategoris.
- Silogisme hipotesis: salah satu proposisinya berupa proposisi hipotesis.
Misalnya:
Premis 1 : Bila hujan, maka jalanan
basah
Premis 2 : Sekarang hujan
Konklusi : Maka jalanan basah.
Bandingkan dengan jalan pikiran
berikut:
Premis 1 : Bila hujan, maka jalanan
basah
Premis 2 : Sekarang jalanan basah
Konklusi : Maka hujan.
Silogisme Standar
Silogisme kategoris standar = proses
logis yang terdiri dari tiga proposisi kategoris.
Proposisi 1 dan 2 adalah premis
Proposisi 3 adalah konklusi
Contoh:
“Semua pahlawan adalah orang berjasa
Kartini adalah pahlawan
Jadi: Kartini adalah orang berjasa”.
Kesimpulan hanya dicapai dengan
bantuan proposisi dua
Jumlah term-nya ada tiga,
yakni: pahlawan, orang berjasa dan Kartini.
Masing-masing term digunakan
dua kali.
Sebagai S, “Kartini” digunakan 2
kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)
Sebagai P, “orang berjasa” digunakan
2 kali (sekali di premis dan sekali di konklusi)
Term “pahlawan”, terdapat 2 kali di premis, tapi tidak terdapat
di konklusi.
Term ini disebut term tengah (M, singkatan
dari terminus medius). Dengan bantuan term tengah inilah konklusi
ditemukan (sedangkan term tengah sendiri hilang dalam konklusi).
Term predikat dalam kesimpulan disebut term mayor,
maka premis yang mengandung term mayor disebut premis mayor
(proposisi universal), yang diletakkan sebagai premis pertama.
Term subyek dalam kesimpulan disebut term minor,
maka premis yang mengandung term minor disebut premis minor
(proposisi partikular), yang diletakkan sebagai premis kedua.
Term mayor akan menjadi term predikat dalam
kesimpulan; sedangkan term minor akan menjadi term subyek dalam
kesimpulan
Dengan demikian, kesimpulan dalam
sebuah silogisme adalah atau “S = P” atau “S ¹ P”. Kesimpulan itu merupakan
hasil perbandingan premis mayor(yang mengandung P) dengan premis minor
(yang mengandung S) dengan perantaraan term menengah (M).
Karena M = P; sedang S = M; maka S =
P
Premis mayor M = P M = term
antara
Premis minor S = M P = term mayor
Kesimpulan S = P S = term
minor
Hukum-hukum Silogisme
a. Prinsip-prinsip Silogisme
kategoris mengenai term:
- Jumlah term tidak boleh kurang atau lebih dari tiga
- Term menengah tidak boleh terdapat dalam kesimpulan
- Term subyek dan term predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis.
- Luas term menengah sekurang-kurangnya satu kali universal.
b. Prinsip-prinsip silogisme
kategoris mengenai proposisi.
- Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan harus afirmatif juga.
- Kedua premis tidak boleh sama-sama negatif.
- Jika salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga (mengikuti proposisi yang paling lemah)
- Salah satu premis harus universal, tidak boleh keduanya pertikular.
Bentuk Silogisme Menyimpang
Dalam praktek penalaran tidak semua
silogisme menggunakan bentuk standar, bahkan lebih banyak menggunakan bentuk
yang menyimpang. Bentuk penyimpangan ini ada bermacam-macam. Dalam logika,
bentuk-bentuk menyimpang itu harus dikembalikan dalam bentuk standar.
Contoh:
“Mereka yang akan dipecat semuanya
adalah orang yang bekerja tidak disiplin. Kamu kan bekerja penuh disiplin. Tak
usah takut akan dipecat”.
Bentuk standar:
“Semua orang yang bekerja disiplin
bukanlah orang yang akan dipecat.
Kamu adalah orang yang bekerja
disiplin.
Kamu bukanlah orang yang akan
dipecat”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar